Halaman

Selasa, 10 April 2012

Kelanjutan kemarin masih menjadi pertanyaan. Mengapa harus memutarbalikan sepenggal cerita yang ternyata membuat kecewa. Anak kerbau semakin pintar, anak meranti sulit ditemui. Anak manusia terbasmi. Mencela masalalu, lalu tercela dimasa kini, walau sama sama bau, tapi hujan selalu menyapu. Arahku kesana telah tertuju. Hari ini menamparku, memarnya telah memperjelas langkahku. Menyeret kiblat untuk menunjukan pilihan, walaupun cuma satu. Hitam putih hanyalah kesepakatan. Sebelumku mati dalam kebimbangan, aku ingin menidurkan nafsuku yang lelah bermain dengan egoku.

Jumat, 23 Maret 2012

Kini

...mungkin saja akan terjadi. Sebab Tuhan punya cara sendiri dalam mengatur ciptaan-Nya. Semua adalah yang terbaik untuk mahluk-Nya. Ketika masa lalu menjadi guru dimasa kini, dan ketika masa kini menjadi ke-syukuran maka pelajaran terbaik dari Tuhan yg mengarahkan pada proses kesabaran, Dulu aku bersedih dengan segala kedukaanku, keputusan Tuhan tak dapat aku terima,...tak adil terhadapku. Itulah prasangkaanku terhadap keputusan Tuhan. Seiring kemarau hidup menghampiri helai nafasku, satu kalimat kekecewaan men-doktrin hari-hariku. Sepeninggal cerita lalu terkuak demi hari, Tak rela kebimbangan menghampiri disela waktu,ku bersahabat dgn kecurigaan, bermain dengan angan dalam pencarian. inikah hidup Inikah Taqdir Atau inikah jalanku. Ataukah, Ataukah, Ataukah hanya ataukah. Puji syukur...dalam hari selalu ada kemungkinan, maka aku mencoba menantang kegelisahan ini. Perenungan dalam keheningan menemukan jawaban... Tbcn

Selasa, 04 Oktober 2011

RESEP KELUARGA BAHAGIA ALA RASULULLAH

Rasulullah juga melakukan kemesraan dengan istrinya, yang bisa kita contoh 1. Tidur dalam satu selimut bersama istri Dari Atha’ bin Yasar: "Sesungguhnya Rasulullah saw dan ‘Aisyah ra biasa mandi bersama dalam satu bejana. Ketika beliau sedang berada dalam satu selimut dengan ‘Aisyah, tiba-tiba ‘Aisyah bangkit. Beliau kemudian bertanya, ‘Mengapa engkau bangkit?’ Jawabnya, ‘Karena saya haidh, wahai Rasulullah.’ Sabdanya, ‘Kalau begitu, pergilah, lalu berkainlah dan dekatlah kembali kepadaku.’ Aku pun masuk, lalu berselimut bersama beliau." (HR Sa’id bin Manshur) 2. Memberi wangi- wangian pada auratnya ‘Aisyah berkata, "Sesungguhnya Nabi saw apabila meminyaki badannya, beliau memulai dari auratnya dan mengolesinya dengan nurah (sejenis bubuk pewangi), dan istrinya meminyaki bagian lain seluruh tubuhnya. (HR Ibnu Majah) 3. Mandi bersama istri Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Aku biasa mandi bersama dengan Nabi saw dengan satu bejana. Kami biasa bersama-sama memasukkan tangan kami (ke dalam bejana)." (HR ‘Abdurrazaq dan Ibnu Abu Syaibah) 4. Disisir istri Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Saya biasa menyisir rambut Rasulullah saw, saat itu saya sedang haidh".(HR Ahmad) 5. Meminta istri meminyaki badannya Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Saya meminyaki badan Rasulullah saw pada hari raya ‘Idul Adh-ha setelah beliau melakukan jumrah ‘aqabah." (HR Ibnu Asakir) 6. Minum bergantian pada tempat yang sama Dari ‘Aisyah ra, dia berkata, "Saya biasa minum dari muk yang sama ketika haidh, lalu Nabi mengambil muk tersebut dan meletakkan mulutnya di tempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau minum, kemudian saya mengambil muk, lalu saya menghirup isinya, kemudian beliau mengambilnya dari saya, lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau pun menghirupnya." (HR ‘Abdurrazaq dan Sa’id bin Manshur) 7. Membelai istri "Adalah Rasulullah saw tidaklah setiap hari melainkan beliau mesti mengelilingi kami semua (istrinya) seorang demi seorang. Beliau menghampiri dan membelai kami dengan tidak mencampuri hingga beliau singgah ke tempat istri yang beliau giliri waktunya, lalu beliau bermalam di tempatnya." (HR Ahmad) 8. Mencium istri Dari ‘Aisyah ra, bahwa Nabi saw biasa mencium istrinya setelah wudhu’, kemudian beliau shalat dan tidak mengulangi wudhu’nya."(HR ‘Abdurrazaq) Dari Hafshah, putri ‘Umar ra, "Sesungguhnya Rasulullah saw biasa mencium istrinya sekalipun sedang puasa." (HR Ahmad) 9. Tiduran di Pangkuan Istri Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Nabi saw biasa meletakkan kepalanya di pangkuanku walaupun aku sedang haidh, kemudian beliau membaca al- Qur’an." (HR ‘Abdurrazaq) 10. Memanggil dengan kata-kata mesra Rasulullah saw biasa memanggil Aisyah dengan beberapa nama panggilan yang disukainya, seperti ‘Aisy, dan Humaira (pipi merah delima). 11. Mendinginkan kemarahan istri dengan mesra Nabi saw biasa memijit hidung ‘Aisyah jika ia marah dan beliau berkata, Wahai ‘Uwaisy, bacalah do’a: ‘Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan." (HR. Ibnu Sunni) 12. Membersihkan tetesan darah haidh istri Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Aku pernah tidur bersama Rasulullah saw di atas satu tikar ketika aku sedang haidh. Bila darahku menetes ke tikar itu, beliau mencucinya di bagian yang terkena tetesan darah dan beliau tidak berpindah dari tempat itu, kemudian beliau shalat di tempat itu pula, lalu beliau berbaring kembali di sisiku. Bila darahku menetes lagi ke tikar itu, beliau mencuci di bagian yang terkena darah itu saja dan tidak berpindah dari tempat itu, kemudia beliau pun shalat di atas tikar itu." (HR Nasa’i) 13. Bermesraan walau istri haidh Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Saya biasa mandi bersama Rasulullah saw dengan satu bejana, padahal kami sama-sama dalam keadaan junub. Aku biasa menyisir rambut Rasulullah ketika beliau menjalani i’tikaf di masjid dan saya sedang haidh. Beliau biasa menyuruh saya menggunakan kain ketika saya sedang haidh, lalu beliau bermesraan dengan saya." (HR ‘Abdurrazaq dan Ibnu Abi Syaibah) 14. Memberikan hadiah Dari Ummu Kaltsum binti Abu Salamah, ia berkata, "Ketika Nabi saw menikah dengan Ummu Salamah, beliau bersabda kepadanya, Sesungguhnya aku pernah hendak memberi hadiah kepada Raja Najasyi sebuah pakaian berenda dan beberapa botol minyak kasturi, namun aku mengetahui ternyata Raja Najasyi telah meninggal dunia dan aku mengira hadiah itu akan dikembalikan. Jika hadiah itu memang dikembalikan kepadaku, aku akan memberikannya kepadamu." Ia (Ummu Kultsum) berkata, "Ternyata keadaan Raja Najasyi seperti yang disabdakan Rasulullah saw, dan hadiah tersebut dikembalikan kepada beliau, lalu beliau memberikan kepada masing-masing istrinya satu botol minyak kasturi, sedang sisa minyak kasturi dan pakaian tersebut beliau berikan kepada Ummu Salamah." (HR Ahmad) 15. Segera menemui istri jika tergoda. Dari Jabir, sesungguhnya Nabi saw pernah melihat wanita, lalu beliau masuk ke tempat Zainab, lalu beliau tumpahkan keinginan beliau kepadanya, lalu keluar dan bersabda, "Wanita, kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa setan. Bila seseorang di antara kamu melihat seorang wanita yang menarik, hendaklah ia datangi istrinya, karena pada diri istrinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu." (HR Tirmidzi) Begitu indahnya kemesraan Rasulullah saw kepada para istrinya, memberikan gambaran betapa Islam sangat mementingkan komunikasi non verbal ini, karena bahasa tubuh ini akan lebih efektif menyatakan cinta dan kasih sayang antara suami istri. Nah, silakan mencoba.akukan kemesraan dengan istrinya, yang bisa kita contoh 1. Tidur dalam satu selimut bersama istri Dari Atha’ bin Yasar: "Sesungguhnya Rasulullah saw dan ‘Aisyah ra biasa mandi bersama dalam satu bejana. Ketika beliau sedang berada dalam satu selimut dengan ‘Aisyah, tiba-tiba ‘Aisyah bangkit. Beliau kemudian bertanya, ‘Mengapa engkau bangkit?’ Jawabnya, ‘Karena saya haidh, wahai Rasulullah.’ Sabdanya, ‘Kalau begitu, pergilah, lalu berkainlah dan dekatlah kembali kepadaku.’ Aku pun masuk, lalu berselimut bersama beliau." (HR Sa’id bin Manshur) 2. Memberi wangi- wangian pada auratnya ‘Aisyah berkata, "Sesungguhnya Nabi saw apabila meminyaki badannya, beliau memulai dari auratnya dan mengolesinya dengan nurah (sejenis bubuk pewangi), dan istrinya meminyaki bagian lain seluruh tubuhnya. (HR Ibnu Majah) 3. Mandi bersama istri Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Aku biasa mandi bersama dengan Nabi saw dengan satu bejana. Kami biasa bersama-sama memasukkan tangan kami (ke dalam bejana)." (HR ‘Abdurrazaq dan Ibnu Abu Syaibah) 4. Disisir istri Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Saya biasa menyisir rambut Rasulullah saw, saat itu saya sedang haidh".(HR Ahmad) 5. Meminta istri meminyaki badannya Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Saya meminyaki badan Rasulullah saw pada hari raya ‘Idul Adh-ha setelah beliau melakukan jumrah ‘aqabah." (HR Ibnu Asakir) 6. Minum bergantian pada tempat yang sama Dari ‘Aisyah ra, dia berkata, "Saya biasa minum dari muk yang sama ketika haidh, lalu Nabi mengambil muk tersebut dan meletakkan mulutnya di tempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau minum, kemudian saya mengambil muk, lalu saya menghirup isinya, kemudian beliau mengambilnya dari saya, lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau pun menghirupnya." (HR ‘Abdurrazaq dan Sa’id bin Manshur) 7. Membelai istri "Adalah Rasulullah saw tidaklah setiap hari melainkan beliau mesti mengelilingi kami semua (istrinya) seorang demi seorang. Beliau menghampiri dan membelai kami dengan tidak mencampuri hingga beliau singgah ke tempat istri yang beliau giliri waktunya, lalu beliau bermalam di tempatnya." (HR Ahmad) 8. Mencium istri Dari ‘Aisyah ra, bahwa Nabi saw biasa mencium istrinya setelah wudhu’, kemudian beliau shalat dan tidak mengulangi wudhu’nya."(HR ‘Abdurrazaq) Dari Hafshah, putri ‘Umar ra, "Sesungguhnya Rasulullah saw biasa mencium istrinya sekalipun sedang puasa." (HR Ahmad) 9. Tiduran di Pangkuan Istri Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Nabi saw biasa meletakkan kepalanya di pangkuanku walaupun aku sedang haidh, kemudian beliau membaca al- Qur’an." (HR ‘Abdurrazaq) 10. Memanggil dengan kata-kata mesra Rasulullah saw biasa memanggil Aisyah dengan beberapa nama panggilan yang disukainya, seperti ‘Aisy, dan Humaira (pipi merah delima). 11. Mendinginkan kemarahan istri dengan mesra Nabi saw biasa memijit hidung ‘Aisyah jika ia marah dan beliau berkata, Wahai ‘Uwaisy, bacalah do’a: ‘Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan." (HR. Ibnu Sunni) 12. Membersihkan tetesan darah haidh istri Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Aku pernah tidur bersama Rasulullah saw di atas satu tikar ketika aku sedang haidh. Bila darahku menetes ke tikar itu, beliau mencucinya di bagian yang terkena tetesan darah dan beliau tidak berpindah dari tempat itu, kemudian beliau shalat di tempat itu pula, lalu beliau berbaring kembali di sisiku. Bila darahku menetes lagi ke tikar itu, beliau mencuci di bagian yang terkena darah itu saja dan tidak berpindah dari tempat itu, kemudia beliau pun shalat di atas tikar itu." (HR Nasa’i) 13. Bermesraan walau istri haidh Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, "Saya biasa mandi bersama Rasulullah saw dengan satu bejana, padahal kami sama-sama dalam keadaan junub. Aku biasa menyisir rambut Rasulullah ketika beliau menjalani i’tikaf di masjid dan saya sedang haidh. Beliau biasa menyuruh saya menggunakan kain ketika saya sedang haidh, lalu beliau bermesraan dengan saya." (HR ‘Abdurrazaq dan Ibnu Abi Syaibah) 14. Memberikan hadiah Dari Ummu Kaltsum binti Abu Salamah, ia berkata, "Ketika Nabi saw menikah dengan Ummu Salamah, beliau bersabda kepadanya, Sesungguhnya aku pernah hendak memberi hadiah kepada Raja Najasyi sebuah pakaian berenda dan beberapa botol minyak kasturi, namun aku mengetahui ternyata Raja Najasyi telah meninggal dunia dan aku mengira hadiah itu akan dikembalikan. Jika hadiah itu memang dikembalikan kepadaku, aku akan memberikannya kepadamu." Ia (Ummu Kultsum) berkata, "Ternyata keadaan Raja Najasyi seperti yang disabdakan Rasulullah saw, dan hadiah tersebut dikembalikan kepada beliau, lalu beliau memberikan kepada masing-masing istrinya satu botol minyak kasturi, sedang sisa minyak kasturi dan pakaian tersebut beliau berikan kepada Ummu Salamah." (HR Ahmad) 15. Segera menemui istri jika tergoda. Dari Jabir, sesungguhnya Nabi saw pernah melihat wanita, lalu beliau masuk ke tempat Zainab, lalu beliau tumpahkan keinginan beliau kepadanya, lalu keluar dan bersabda, "Wanita, kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa setan. Bila seseorang di antara kamu melihat seorang wanita yang menarik, hendaklah ia datangi istrinya, karena pada diri istrinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu." (HR Tirmidzi) Begitu indahnya kemesraan Rasulullah saw kepada para istrinya, memberikan gambaran betapa Islam sangat mementingkan komunikasi non verbal ini, karena bahasa tubuh ini akan lebih efektif menyatakan cinta dan kasih sayang antara suami istri. Nah, silakan mencoba.

Sabtu, 24 September 2011

RPJM Desa

Menyusun RPJMDes dan
RKP Desa
Dalam upaya
mewujudkan Tata
Kelola Pemerintahan
Desa Yang Baik,
Pemerintahan Desa
dituntut untuk
mempunyai Visi dan
Misi yang baik
atau lebih jelasnya
Pemerintahan
Desa harus memiliki
perencanaan
strategis yang baik.
Perencanaan
adalah suatu proses
untuk
menentukan tindakan
masa depan
yang tepat, melalui
urutan pilihan,
dengan
memperhitungkan
sumber
daya yang tersedia.
Dalam
Peraturan pemerintah
No 72 Tahun
2005 Tentang Desa
pada pasal 64
ayat (1) disebutkan
bahwa
perencanaan desa
dibuat secara
berjangka yang
meliputi :
a. Rencana
pembangunan jangka
menengah desa yang
selanjutnya
disebut RPJMD untuk
jangka waktu
lima tahun
b. Rencana Kerja
pembangunan
desa, selanjutnya
disebut RKP desa
merupakan penjabaran
dari RPJMD
untuk jangka waktu 1
( satu ) tahun.
Perencanaan desa
tersebut tentunya
merupakan bagian yang
tidak
terpisahkan dari
Perencanan
Kabupaten yang
penyusunanya
dilakukan secara
transparan,
partispatif dan
akuntable.
RENCANA
PEMBANGUNAN
JANGKA
MENENGAH DESA
(RPJMDes)
Rencana Pembangunan
Jangka
Menengah Desa yang
selanjutnya
disingkat (RPJMDesa)
adalah
dokumen perencanaan
untuk
periode 5 (lima) tahun
yang
memuat arah kebijakan
pembangunan Desa,
arah kebijakan
keuangan Desa,
kebijakan umum,
program dan kegiatan
pembangunan ditingkat
desa.
Sedangkan Tujuan dari
penyusunan
RPJMDes adalah sebagai
berikut :
a. mewujudkan
perencanaan
pembangunan desa
sesuai dengan
kebutuhan masyarakat
dan keadaan
setempat;
b. menciptakan rasa
memiliki dan
tanggungjawab
masyarakat
terhadap program
pembangunan di
desa;
c. memelihara dan
mengembangkan hasil-
hasil
pembangunan di desa;
dan
d.
menumbuhkembangkan
dan
mendorong peran serta
masyarakat
dalam pembangunan di
desa.
Penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka
Menengah
Desa ( PJMDes )
Penyusunan RPJMDes
dilakukan
berdasarkan tahapan
tahapan
sebagai berikut :
1. Persiapan
Pada tahap persiapan
yang harus
dilakukan adalah:
a. Sosialisasi Rencana
Penyusunan
RPJMDes
b. Pembentukan Tim
Penyusun
RPJMDes
c. Pembekalan Tim
Penyusun
RPJMDes
2. Pelaksanaan
Penyusunan Rencana
a. Musyawarah Dusun
( Musdus )
Musyawarah dusun
adalah wadah
bersama antar pelaku
pembangunan di tingkat
dusun
untuk menggali
permasalah dan
potensi di tingkat dusun.
Untuk
mengali masalah dan
potensi yang
ada dapat mengunakan
beberapa
methodhologi yang
yang memang
sudah akrab dengan
masyarakat
desa misalnya PRA.
Dalam
musyawarah dusun
yang adalah
tergalinya masalah dan
potensi yang
berkaitan dengan hak
dasar
warganegara,
kemiskinan dan
pembangunan
berkelanjutan.
b. Lokakarya Desa
Lokakarya Desa adalah
wadah
bersama antar pelaku
pembangunan di tingkat
Desa untuk
membahas hasil
musyawah dusun
ditingkat desa. Materi
yang
dibahasdalam Lokakarya
adalah
sebagai berikut :
b.1. Pengelompokan
Masalah dan
Potensi Hasil
Musyawarah Dusun.
b.2. Menyusun Sejarah
Pembangunan Desa
b.3. Menyusun Visi dan
Misi Desa
b.4. Membuat Prioritas
masalah
b.5. Menentukan
Alternatif Tindakan
Pemecahan Masalah
b.6. Menyusun Arah
Kebijakan
Pengelolaan Keuangan
Desa
b.7. Menyusun Matrik
Kegiatan
RPJMDes
b.8. Menyusun Draf
Nasakah
RPJMDes
c. Musyawarah
Pembangunan
Jangka Menengah Desa
( Musbang
RPJMDes )
Musrenbang Jangka
Menengah Desa
diselenggarakan dalam
rangka
menyusun RPJMDes
diikuti oleh
unsur-unsur
Pemerintahan Desa
dan mengikut sertakan
masyarakat.
Musyawarah ini
dilakukan untuk
mendapatkan masaukan
dan
menyepakati hasil
lokakarya desa.
3. Penetapan Rencana
Dalam Peraturan
Pemerintah No 72
Pasal 64 ayat (2 )
disebutkan bahwa
RPJMD sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf a
ditetapkan dengan
Peraturan Desa.
Penetapan
Peraturan Desa Tentang
RPJMDes
tentunya memlalui
pembahasan dan
dan persetujuan
bersama BPD
4. Pemasyarakatan
Dalam Peraturan
Pemerintah No 72
Pasal 60 ayat (3)
disbutkan bahwa
Peraturan Desa dan
Peraturan
Kepala Desa
sebagaimana dimaksud
ayat (1) disebarluaskan
oleh
Pemerintah Desa.
Karena RPJMDes
merupakan peraturan
desa maka
pemerintah desa
mempunyai
kewajiban untuk
mensosialisasikannya
kepada
segenap elemen
masyarakat desa
RENCANA KERJA
PEMBANGUNAN
DESA ( RKP Desa )
Rencana Kerja
Pembangunan Desa
yang selanjutnya
disingkat (RKP-
Desa) adalah dokumen
perencanaan
untuk periode 1 (satu)
tahun
merupakan penjabaran
dari RPJM-
Desa yang memuat
rancangan
kerangka ekonomi
desa, dengan
mempertimbangkan
kerangka
pendanaan yang
dimutahirkan,
program prioritas
pembangunan
desa, rencana kerja dan
pendanaan
serta prakiraan maju,
baik yang
dilaksanakan langsung
oleh
pemerintah desa
maupun yang
ditempuh dengan
mendorong
partisipasi masyarakat
dengan
mengacu kepada
Rencana Kerja
Pemerintah Daerah dan
RPJM-Desa.
Adapun tahapan
penyussunan RKP
Desa adalah sebagai
berikut :
1. Persipan
Pada tahap persipan ini
dibentuk
Tim Penyusun RKP Desa
yang
ditetapkan dengan
keputusan Kepala
Desa
2. Penyusunan Rencana
a. Pra musbangdes
Bagi desa desa yang
belum
mempunyai RPJMDes
pada tahapan
ini sebaiknya dilakukan
musyawarah
dusun terlebih dahulu
untuk
menjaring kebutuhan
dan aspirasi
masyarakat. Sedang bagi
desa yang
telah memunyai
RPJMDes pada
tahapan ini cukup
dengan
mengadakan Lokakarya
Desa. Materi
Lokakarya Desa antara
lain :
a.1. Menevaluasi
pembangunan
tahun sebelumnya.
a.2. Mengidentikasi
kegiatan dari
RPJMDes
a.3. Mengidentiikasi
kegiatan dari
kebijakan supra Desa
a.4. Mengidentiikasi
kegiatan darurat
a.5. Menyusun Rencana
Anggaran
dan Biaya.
a.6. Menyusun draf
matrik kegiatan
RPKP Desa.
b. Musyawarah
Pembangunan Desa
Musrenbang Desa
adalah forum
musyawarah tahunan
yang
dilaksanakan secara
partisipatif oleh
para pemangku
kepentingan
(stakeholders) desa/
kelurahan (pihak
yang berkepentingan
untuk
mengatasi
permasalahan desa dan
pihak yang akan terkena
dampak
hasil musyawarah)
untuk
menyepakati rencana
kegiatan tahun
anggaran berikutnya.
Secara garis
besar musbanngdes
dilakukan
untuk mendapat
masukan dan
menyepaki hasil
Lokakarya Desa.
3. Penetapan Rencana
Dalam Peraturan
Pemerintah No 72
Pasal 64 ayat (2 )
disebutkan bahwa
RKP Desa sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) huruf a
ditetapkan
dengan Keputusan
Kepala Desa.
4. Pengendalian
pelaksanaan
Rencana
Pada tahapan ini yang
dilakukan
adalah melakukan
koreksi dan
penyesuaian selama
pelaksanaan
rencana
5. Evaulasi pelaksanaan
rencana
Pengumpulan dan
analisi data untuk
menilai pencapaian
sasaran, tujuan
dan kinerja

Jumat, 16 September 2011

Hati Menjawab

Seorang bertanya kepada gurunya yang mulia, “Kebanyakan orang mengatakan bahwa saya ini orang yang baik, maka bagaimana saya bisa tahu bahwa saya benar-benar orang baik?” Sang guru pun berkata: “Nampakkanlah sikap dan perilaku yang selama ini kamu sembunyikan di hadapan orang-orang baik. Jika mereka merasa senang, maka itu pertanda bahwa engkau adalah orang baik. Sebaliknya jika mereka merasa tidak senang, maka itu adalah pertanda bahwa engkau bukan orang baik.” Rasulullah SAW telah menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa, “Kebajikan itu adalah baiknya budi pekerti dan dosa itu apa-apa yang meragu-ragukan dalam jiwamu dan engkau tidak suka dilihat orang lain dalam melakukan hal itu”. Bahkan dalam hadis lain disebutkan bahwa sesungguhnya dari apa yang telah didapat oleh manusia dari kata-kata kenabian yang pertama adalah, “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” Ketika sahabat lain bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ‘kebaikan', beliau pun bersabda, “Mintalah fatwa dari hatimu”. “Kebaikan itu adalah apa-apa yang tentram jiwa padanya dan tentram pula hati padanya. Dan dosa itu adalah adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa padamu dan mereka membenarkannya”. Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan ilham berupa potensi di dalam jiwa manusia serta hidayah untuk dapat membedakan dan memilih jalan keburukan (kefasikan) dan kebaikan (ketakwaan) sebagai wujud dari kesempurnaan ciptaan-Nya. “Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhamkan ke dalam jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan” (QS 91:7-8). “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)” (QS 90: 10). Dan Allah SWT telah berfirman pula di dalam Alquran mulia, “Hanya pada Tuhanmu sajalah hari itu tempat kembali. Pada hari itu akan diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya, dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan- alasannya” (QS 75: 12-15). Tujuan utama dari ibadah puasa, sebagaimana digariskan oleh Allah SWT (QS 2: 183), adalah agar kita bertakwa atau bertambah takwa. Selain penghapusan kesalahan dan pengampunan dosa, takwa membuahkan furqan. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa- dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS Al-Anfal(8): 29). Dalam bahasa lugas furqan berarti kriteria, pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Menurut ulama tafsir, di dalamnya terkandung makna ketegaran jiwa (tsabatul qulub), kejernihan mata hati (quwwatul-bashaair), dan petunjuk terbaik (husnul hidayah). Ibadah puasa melatih manusia untuk bersikap tegar dalam menyikapi dan menghadapi berbagai kenyataan, permasalahan, kesulitan dan tekanan hidup. Puasa melatih manusia untuk berani berkata tidak untuk semua hal yang tidak disukai Allah SWT, apalagi yang dilarangnya. Selain melatih ketajaman “mata” (sight) untuk menangkap berbagai fakta puasa juga melatih kejernihan “mata hati dan pikiran” (insight) membaca apa yang ada di balik fakta. Dalam Insight terkandung kemampuan untuk secara jernih dan intuitif melihat keadaan dari suatu situasi yang kompleks (perspectiveness) serta kemampuan untuk memahami dan menemukan solusi secara mandiri (self-awareness). Puasa membebaskan manusia dari "bussines as usual" sehingga dapat lebih peka menangkap sinyal-sinyal Ilahi. Puasa dengan tujuan takwa mengasah ketajaman mata, hati, pikiran dan kesadaran kita untuk membedakan kebenaran dan kebatilan. Dengan furqan (kriteria), kita dapat mengambil keputusan dan tindakan terbaik dengan tegar sesuai kriteria dan petunjuk Allah SWT. Kepada Allah SWT kita berlindung dari hati yang menutup diri terhadap pancaran cahaya Ilahi. Kepada Zat Yang Maha Kuasa Membolak-balikkan hati, kita memohon agar dapat melihat kebenaran sebagai kebenaran, melihat kebatilan sebagai kebatilan, di manapun, sampai kapanpun. Wallahu 'a'lam. Penulis adalah sahabat Republika Online yang tinggal di Texas, USA kepada gurunya yang mulia, “Kebanyakan orang mengatakan bahwa saya ini orang yang baik, maka bagaimana saya bisa tahu bahwa saya benar-benar orang baik?” Sang guru pun berkata: “Nampakkanlah sikap dan perilaku yang selama ini kamu sembunyikan di hadapan orang-orang baik. Jika mereka merasa senang, maka itu pertanda bahwa engkau adalah orang baik. Sebaliknya jika mereka merasa tidak senang, maka itu adalah pertanda bahwa engkau bukan orang baik.” Rasulullah SAW telah menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa, “Kebajikan itu adalah baiknya budi pekerti dan dosa itu apa-apa yang meragu-ragukan dalam jiwamu dan engkau tidak suka dilihat orang lain dalam melakukan hal itu”. Bahkan dalam hadis lain disebutkan bahwa sesungguhnya dari apa yang telah didapat oleh manusia dari kata-kata kenabian yang pertama adalah, “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” Ketika sahabat lain bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ‘kebaikan', beliau pun bersabda, “Mintalah fatwa dari hatimu”. “Kebaikan itu adalah apa-apa yang tentram jiwa padanya dan tentram pula hati padanya. Dan dosa itu adalah adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa padamu dan mereka membenarkannya”. Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan ilham berupa potensi di dalam jiwa manusia serta hidayah untuk dapat membedakan dan memilih jalan keburukan (kefasikan) dan kebaikan (ketakwaan) sebagai wujud dari kesempurnaan ciptaan-Nya. “Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhamkan ke dalam jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan” (QS 91:7-8). “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)” (QS 90: 10). Dan Allah SWT telah berfirman pula di dalam Alquran mulia, “Hanya pada Tuhanmu sajalah hari itu tempat kembali. Pada hari itu akan diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya, dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan- alasannya” (QS 75: 12-15). Tujuan utama dari ibadah puasa, sebagaimana digariskan oleh Allah SWT (QS 2: 183), adalah agar kita bertakwa atau bertambah takwa. Selain penghapusan kesalahan dan pengampunan dosa, takwa membuahkan furqan. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa- dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS Al-Anfal(8): 29). Dalam bahasa lugas furqan berarti kriteria, pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Menurut ulama tafsir, di dalamnya terkandung makna ketegaran jiwa (tsabatul qulub), kejernihan mata hati (quwwatul-bashaair), dan petunjuk terbaik (husnul hidayah). Ibadah puasa melatih manusia untuk bersikap tegar dalam menyikapi dan menghadapi berbagai kenyataan, permasalahan, kesulitan dan tekanan hidup. Puasa melatih manusia untuk berani berkata tidak untuk semua hal yang tidak disukai Allah SWT, apalagi yang dilarangnya. Selain melatih ketajaman “mata” (sight) untuk menangkap berbagai fakta puasa juga melatih kejernihan “mata hati dan pikiran” (insight) membaca apa yang ada di balik fakta. Dalam Insight terkandung kemampuan untuk secara jernih dan intuitif melihat keadaan dari suatu situasi yang kompleks (perspectiveness) serta kemampuan untuk memahami dan menemukan solusi secara mandiri (self-awareness). Puasa membebaskan manusia dari "bussines as usual" sehingga dapat lebih peka menangkap sinyal-sinyal Ilahi. Puasa dengan tujuan takwa mengasah ketajaman mata, hati, pikiran dan kesadaran kita untuk membedakan kebenaran dan kebatilan. Dengan furqan (kriteria), kita dapat mengambil keputusan dan tindakan terbaik dengan tegar sesuai kriteria dan petunjuk Allah SWT. Kepada Allah SWT kita berlindung dari hati yang menutup diri terhadap pancaran cahaya Ilahi. Kepada Zat Yang Maha Kuasa Membolak-balikkan hati, kita memohon agar dapat melihat kebenaran sebagai kebenaran, melihat kebatilan sebagai kebatilan, di manapun, sampai kapanpun. Wallahu 'a'lam. Penulis adalah sahabat Republika Online yang tinggal di Texas, USA